"Khasiat"
Lada
Ilustrasi: Raja dan Lada |
Sebuah
ilustrasi yang dibuat orang Eropa tampak menggambarkan Aceh dengan raja atau
hulubalangnya yang berwibawa dan mewah. Selain itu, digambarkan pula
tanaman-tanaman yang dijumpai banyak tumbuh di dataran lembah Krueng Aceh:
pisang, kelapa dan lada. Tanaman-tanaman tersebut tak pelak lagi merupakan
tetumbuhan utama pembentuk relief yang menawan pada bentang lahan Aceh tiga
sagi, selain padi, tentunya.
Ilustrasi
tersebut, yang meletakkan tanaman lada berada di bagian paling dekat dengan
gambar sosok raja atau hulubalang, mengingatkan saya pada foto-foto tanaman
lada yang sempat diambil beberapa tahun silam dalam sebuah ekspedisi di lembah
Krueng Jambo Aye, Aceh Utara. Dan, dikarenakan tanaman yang pernah menaikkan
nama Aceh ke pentas sejarah Dunia ini, sekarang, sudah terbilang langka sekali
dijumpai di Aceh, sudah sangat jarang terlihat, terutama oleh masyarakat yang
tinggal di perkotaan, maka timbul niat untuk menampilkan beberapa foto yang
sempat dipetik dari satu kebun lada milik warga Gampong Buket Padang di
Kecamatan Jambo Aye, Aceh Utara. Kebun itu berada di lahan miring salah satu
bukit, yakni tempat di mana tanaman bernilai ekonomis tinggi ini lazim ditanam
dan dibudidayakan.
Suatu
hari, demi saya meninjau kawasan di seberang kanan (timur) Krueng Aceh, dan
melihat keadaan topografinya yang berbukitan, serta-merta terbersit dalam
pikiran bahwa kawasan luas yang hari ini merupakan wilayah Kecamatan Montasik,
Blang Bintang, Darussalam, Baitussalam--atau yang tempo dulu merupakan wilayah
Sagi 26 Mukim dan Sagi 22 Mukim--pada masa silamnya, tentu, dijejali tanaman
lada hitam yang merambat pada tiang-tiang tinggi di atas setiap areal lahan
perbukitan. Penghasilan lada tampaknya telah ikut mengantarkan sagi-sagi yang
dipimpin Panglima Polem Sri Muda Perkasa (Panglima Sagi 22 Mukim) dan Sri Imam
Muda (Panglima Sagi 26 Mukim) itu menjadi wilayah yang kaya, kuat dan
berpengaruh dalam istana Kerajaan Aceh.
Lada Gampong Bukeit Padang, Jambo Aye, Aceh Utara. |
Pada
era yang lampau, tanam lada di Aceh telah menjadi tradisi pertanian sebagaimana
halnya tanam padi. Tanam lada adalah di antara mata pencaharian utama. Sebab
itu, konon katanya, ada pula budaya Kanduri Bungong Lada yang dilaksanakan di
masing-masing rumah petani lada manakala tanaman lada milik mereka berbunga.
Dan karena lada tidak berbunga secara serentak, maka Kanduri Bungong Lada
dengan hidangan "Bu Leukat" (ketan) dilakukan sampai selama tiga
bulan (lihat, C.S. Hurgronje, : 1/294-5)
Sejak
pertama sekali lada yang berasal dari Malabar serta penanamannya diperkenalkan
dan dikembangkan di Samudra Pasai dan Pedir dalam abad-abad ke-14 dan ke-15,
sampai kemudian menjadi satu tradisi yang semakin digalakkan dalam masa-masa
Kerajaan Aceh Darussalam, maka lada, pada gilirannya, telah berhasil melahirkan
negeri-negeri baru yang bercikal bakal dari seuneubok-seuneubok lada.
Sejarawan
Muhd. Gade Ismail (1989: 634) menyebutkan bahwa munculnya berbagai kenegerian
di pantai barat Aceh tidak lain disebabkan oleh perluasan penanaman lada di
mana sebagian besar kegiatan penanaman lada telah dipusatkan di pantai barat sampai
menjelang akhir abad ke-18.
Begitu
pula yang terjadi kemudian di pantai timur Aceh dalam abad ke-19. Muhd. Gade
Ismail dalam tulisannya "Seuneubok Lada sebagai Basis Ekonomi dan Politik
Para Penguasa Lokal di Aceh Timur 1840-1873" (1989: 633) mengungkapkan,
"Secara umum dapat disebutkan bagaimana sebenarnya kebanyakan
kenegerian-kenegerian di Aceh Timur berhasil muncul dari usaha penanaman
lada."
Lada Gampong Bukeit Padang, Jambo Aye, Aceh Utara. |
Hari
ini, lada bagi orang Aceh tidak lebih dari sekadar rempah-rempah penyedap
makanan yang berkhasiat menghangatkan badan. Tapi pada masa yang telah lampau,
lada merupakan komoditas yang telah ikut berperan dalam membangun kedaulatan
Aceh dan menaikkannya ke peringkat negara yang diperhitungkan serta dihormati
di dunia. Sebagai penyuplai sekaligus pengontrol perdagangan lada, Aceh telah
memberikan kontribusi besar dalam penyediaan barang yang dewasa itu merupakan
komoditas paling dibutuhkan, khususnya, oleh masyarakat bangsa-bangsa yang
mendiami belahan utara bumi. Lada Aceh pada zaman tersebut nyata "berkhasiat"
dalam membangun dan menguatkan kedaulatan bangsa.
Maka,
suatu pelajaran yang barangkali dapat ditangkap dari bagian masa yang telah
lampau ini ialah: bahwa sesungguhnya kebesaran dan kejayaan suatu bangsa tidak
dibangun di atas banyak cakap, tepuk-tepuk dada, sambil memuji-muji diri.
Kebesaran dan kejayaan baru dapat dicapai apabila suatu bangsa atau umat dapat
memberikan kontribusi terbaiknya bagi umat manusia dalam apapun bidang dan
lapangan. Dengan cuma meneriakkan kehebatan diri tentu tidak akan pernah
membuat sebuah bangsa menjadi hebat.
Hal
yang sesungguhnya diperlukan dalam rangka membangun kebesaran dan kejayaan
adalah segala sesuatu yang teramat bernilai yang dapat disumbangkan kepada
dunia dan bagi kebaikan hidup umat manusia. Dari itu, dibutuhkan pikir dan
kerja keras yang dipandu oleh iman, keikhlasan serta kepasrahan diri kepada
Yang Maha Tinggi. Begitulah tampaknya jalan para pendahulu Aceh dalam membangun
kebesaran dan kejayaan bangsanya.
Surat Seripaduka Teuku Johan Pahlawan, Lam Pisang, 3 Jumadil Akhir 1312 H (1 Desember 1894 M). |
Bagaimanapun,
niat untuk menampilkan beberapa foto tanaman lada di Gampong Buket Padang telah
saya utarakan kepada Ananda Masykur Syafruddin. Kepadanya, saya juga menanyakan jika ada naskah sarakata (surat-surat
kuno) yang dapat memberitahukan dan menggambarkan kepada kita, walaupun
sepintas lalu, mengenai dinamika perdagangan lada di Aceh pada masa lampau.
Sebab, saya kira, ada baiknya untuk melampiri isi sarakata tersebut bersama
foto-foto tanaman lada.
Tidak
butuh waktu lama sampai dengan Ananda Masykur memberitahukan bahwa ada tiga
arsip surat yang isinya berkenaan dengan perniagaan lada di pantai barat Aceh.
Gambar arsip surat-surat tersebut diperolehnya dari sebuah situs yang
menyiarkan koleksi Tropen Museum, Belanda, dan lalu, dengan kemurahan hatinya,
Ananda saya itu juga telah melakukan transliterasi (alih aksara) untuk
ketiga-tiga surat tersebut.
Berikut
ini adalah salah satu surat yang telah ditransliterasikan oleh Ananda Masykur
Syafruddin. Pengirim surat ini adalah Seripaduka Teuku Johan Pahlawan, dan
ditulis pada 3 Jumadil Akhir 1312 (1 Desember 1894).
Rumah Seripaduka Teuku Johan Pahlawan , Lam Pisang, 1896. |
(1)
Bahwa alamat surat ini daripada Seripaduka Teuku Johan Pahlawan yang besar,
Panglima Perang Gabernumen
(2)
yang telah istirahat al-akhiri di dalam daerah Negeri Aceh Kampung Lam Pisang
juga adanya,
(3)
mudah-mudahan barang disampaikan Allah Ta’ala kiranya datang keha[da]pan
Seripaduka Tuan Kuntalir yang telah ada berkedu-
(4)
dukan di Pulo Raya, pegang perintah di Pulo Raya juga adanya.
(5)
Waba’das Salam, saya beri tahu pada Tuan yang sahabat saya, maka adapun seperti
perkara lada Krueng
(6)
Sabil semuanya ialah sudah dijual oleh orang punya lada itu hari pertama.
(7)
Teuku Keujrun Sabil dan Teuku Pang Leh (?) dan serta Panglima Cut Adeik (?) dan
segala orang yang peutuwa-peutuwa
(8)
semuanya ada di Pulo Raya. Ia sudah dijual kepada Teungku Ali dan lagi Teuku
Geudong. Inilah orang yang
(9)
membeli lada Krueng Sabil semuanya, tiada boleh akan orang lain melainkan akan
Teuku Geudong dengan
(10)
Teungku Ali, dan lagipun seperti Ringgit, semuanya yang peutuwa-peutuwa sudah
diterimakan: pertama
(11)
Teuku Sabil ada sedikit, dan Teuku Pang Leh (?) ada juga, dan Panglima Cut
Adeik pun ada juga
(12)
terima Riyal dan serta dengan-dengan guni sudah diterimakan, dan lagi saya
harap pada Tuan sepehingga (?)
(13)
harap, kecil laut besar harap, rendah bukit tinggi harap, melainkan harap saya
pada
(14)
Tuan, dan Tuan larangkan lada Krueng Sabil jangan orang lain beli melainkan
(15)
sudah dapat perintah yang boleh beli Teungku Ali dengan Teuku Geudong itu
orang.
(16)
Jangan tuan beri kaju-kaju (?) pada orang lain-lain. Harap saya pada Tuan yang
sahabat
(17)
saya itulah adanya. Intahal kalam.
(18)
Tersurat pada 3 hari bulan Jumadil Akhir, hari Sabtu,
(19)
Sanah 1312
Bitai,
14 Sya'ban 1437 H
Oleh: Musafir Zaman
Dikutip dari akun facebook Musafir zaman di group Mapesa.
0 Komentar