Komplek makam Tun Rahmatullah Ad-Du'aliy setelah ditata kembali. Gampong Pande, Kutaraja, Banda Aceh. |
Sejak ratusan tahun yang silam, wanita itu telah dikebumikan
di tempat yang hari ini dikenal dengan Gampong Pande, di Kecamatan Kutaraja,
Banda Aceh. Keterangan tentang kehadirannya dalam lembaran sejarah Aceh
Darussalam, yang ditemukan di lahan rawa-rawa bakau Gampong Pande, merupakan
penggalan kecil dari sebuah riwayat panjang negeri ini yang masih dalam ruang
minus cahaya.
Kendati hanya sebuah penggalan kecil, kubur wanita itu telah
ikut pula memastikan kepentingan Gampong Pande dan sekitarnya sebagai kawasan
kota Islam kuno yang menduduki peringkat atas dalam Tarikh Islam di Asia
Tenggara.
Sebelumnya, sejumlah tokoh utama Kerajaan Aceh Darussalam
memang telah dijumpai makam-makam mereka di Gampong Pande dan sekitarnya
sekalipun ada keyakinan bahwa dalam Musibah 2004 banyak di antara peninggalan
sejarah yang ikut sirna.
Lain dari itu, penanggalan tertua yang akurat (bukan
perkiraan), yang pernah ditemukan sejauh ini di Gampong Pande, juga telah
membuka kemungkinan untuk sebuah asumsi bahwa di bagian barat laut Aceh,
Gampong Pande dan sekitarnya merupakan kota Islam tertua setelah kota Islam
Kerajaan Lamuri yang terletak di Gampong Lamreh, Krueng Raya, Aceh Besar,
sekarang ini.
Komplek makam Tun Rahmatullah Ad-Du'aliy sebelum ditata. Gampong Pande, Kutaraja, Banda Aceh. |
Namun, sebelum Pembaca terlanjur membayangkan hal-hal ideal
dan yang seharusnya, sebagaimana yang baru saja saya utarakan, perlu segera
saya ingatkan bahwa hal-hal ideal, cita-cita atau makna-makna semacam itu,
barangkali, hanya ada dalam pandangan Mapesa, atau sesuatu yang cuma bermain
dalam kepala saya secara pribadi!
Sementara di luar sana, di dunia kenyataan, saya sama sekali
tidak yakin jika suatu hari kita akan menyaksikan apapun gerak yang muncul dari
hal-hal ideal dan yang seharusnya itu. Artinya, tidak akan ada yang
mementingkan kawasan itu sebagai kawasan warisan sejarah, tidak akan ada yang
akan memandangnya sebagai aset pendidikan, kebudayaan, ekonomi sekaligus
pembangkit kesadaran berbangsa dan bertanah air, dan karena itu tidak akan ada
pula program untuk penyelamatan, begitu pula program untuk pelestarian,
penelitian dan pemberdayaan. Tidak akan ada! Sebaliknya, kawasan situs sejarah
Gampong Pande akan tetap dalam kondisi sebagaimana saat ini, malah ke depan
sangat tidak mustahil jika kawasan itu lambat laun justru mengalami kemerosotan
dari sisi nilai kesejarahannya disebabkan pemanfaatannya untuk pembangunan sarana-sarana
yang niscaya menindih dan menenggelamkan kota Islam itu untuk selamanya.
Sesuatu yang baragkali bisa saya janjikan Anda akan dapat
menyaksikannya hanyalah gerakan segelintir orang yang terus berusaha untuk
menegakkan dan menata nisan-nisan tua itu di atas tanah berlumpur dan direndam
pasang laut, dan itu adalah Mapesa.
Kembali ke tokoh wanita yang kuburnya baru saja ditemukan dan
kompleks pemakaman di mana kubur itu berada baru pula ditata oleh Mapesa.
Inskripsi pada nisan kubur wanita itu memperkenalkan namanya
sebagai: Tun Rahmatullah Ad-Du'aliy. Selengkapnya:
هذه القبر المغفورة المسمية تون رحمة الله
الدؤلي
Terjemahan:
"Inilah kubur wanita yang diampuni yang bernama Tun
Rahmatullah Ad-Du'aliy."
(Lihat gambar pertanggungjawaban saya untuk bacaan ini)
Suatu hal yang menarik perhatian di sini adalah nisbah yang
terdapat di belakang nama wanita ini: Ad-Du'aliy.
Foto atas: Inskripsi pada nisan kaki Tun
Rahmatullah Ad-Du'aliy. Foto bawah: pertanggungjawaban untuk bacaan inskripsi. |
As-Sam'aniy dalam Al-Ansab menukilkan keterangan Abul 'Abbas
Al-Mubarrid, "Ad-Duwali [dibaca] dengan dhammah dal dan fatah waw dari
asal kata Ad-Du'il. Ad-du'il ini hewan, dan nisbah ini digunakan untuk kaum
Abul Aswad Ad-Duwaliy."
As-Sam'aniy juga menukilkan dari Abu 'Ali Al-Ghassaniy,
"Ad-Du'ali [dibaca] dengan dhammah dal dan setelahnya hamzah yang fatah,
yaitu Abul Aswad Ad-Du'aliy. Begitu diucapkan oleh orang-orang Bashrah
(Al-Bashriyun), dan asal kata itu menurut mereka adalah Ad-Du'iliy dinisbahkan kepada
seseorang dari keturunan Kinanah, yaitu Ad-Du'il bin Bakr bin 'Abd Minah bin
Kinanah."
Abul Aswad Ad-Du'aliy disebut-sebut sebagai orang yang
pertama sekali membicarakan tentang Nahw (tata bahasa Arab), berasal dari
Bashrah dan meriwayatkan hadits dari 'Ali, Abu Musa, Abu Dzar dan 'Imran bin
Hushain (Radhiyallahu 'anhum). Demikan antara lain yang ditulis As-Sam'aniy
mengenai nisbah Ad-Duwaliy atau Ad-Du'aliy dalam Al-Ansab (j. 5, h.364-5).
Wanita yang dikubur di Gampong Pande sejak ratusan tahun yang
lalu itu, dengan demikian, adalah seorang wanita keturunan Arab dari kabilah
Kinanah, dan di Aceh Darussalam, ia juga diberikan gelar Tun yang menandakan
seorang wanita berdarah bangsawan.
Pada nisan kubur wanita ini tidak disebutkan tarikh wafat,
namun dari bentuk nisan serta pola kaligrafi yang digunakan, yang tampak mirip
dengan nisan Faqih Al-Farnawi, maka dapat saja diberi perkiraan bahwa Tun
Rahmatullah Ad-Du'aliy telah hidup dan meninggal dunia dalam abad ke-10 hijriah
(ke-16 masehi).
Bitai, 12 Jumadil Akhir 1438
Nisan Makam Tun Rahmatullah Ad-Du'aliy. Gampong Pande, Kutaraja kota Banda Aceh. |
3 Komentar
Semoga mapesa semakin jaya dalam menelusuri sejarah bangsa aceh yg di mana masyarakat umum nya yg sedang krisis identiti