Kompleks makam Faqih Muthahir seusai diteta kembali oleh tim Mapesa bersama masyarakat Gampong Meunasah Teungoh, mukim Lambeso, kecamatan Indra Jaya, kabupaten Aceh Jaya. |
Sambungan dari : Mencari Faqih di Negeri Daya dan Allah Ta'ala Memudahkan
Ahad kemarin, 24 Jumadil Akhir 1439 (11 Maret 2018), harapan besar itu tanpa disangka-sangka langsung saja terwujud dalam menit-menit pertama ketibaan kami di lokasi. Allah Ta'ala telah Memudahkan!
Adalah Nenenda kami yang tinggal di rumah berdampingan dengan
lokasi kompleks makam yang segera memberitahukan bahwa ia telah menemukan satu
batu nisan di luar pagar kompleks. Dalam sekejap, pemberitahuan itu merangsang
antusias kami. Nenenda pun tampak sangat bersemangat dalam mengarahkan kami ke
lokasi yang dimaksud. Dan benar saja; satu batu nisan ternyata telah menunggu
kami di bawah rerumputan dan semak-semak yang menutupinya, plus seekor
kalajengking yang bermukim di bawahnya. Setelah diperiksa, ternyata memang
itulah batu nisan yang sangat diharapkan. Batu nisan yang membuktikan kehadiran
seorang faqih dan ulama besar di masa lalu Negeri Daya yang bersinar.
Penemuan batu nisan faqih menjadi pertanda awal yang baik dan sangat menyemangatkan. Tim Mapesa segera bekerja untuk mengumpulkan batu-batu nisan yang sudah terpencar. Seluruhnya ada 8 pasang batu nisan atau 16 batu nisan. Dari empat batu nisan yang ditemukan in situ, hanya ada satu batu nisan yang relatif utuh (rusak sebagiannya) sementara lainnya telah patah dan hanya bagian pangkal batu nisan yang tersisa. Batu-batu nisan yang tidak in situ ditemukan di berbagai tempat dan mayoritasnya masih utuh. Syukur pula, semua batu nisan masih dapat ditemukan pasangannya masing-masing sehingga nantinya sedikit memudahkan proses penataan.
Menyangkut penataan, Tim telah berupaya menggali berbagai informasi terkait posisi setiap batu nisan dari masyarakat, namun dapat dimaklumi jika informasi yang diperoleh tidak memadai untuk memastikan posisi masing-masing batu nisan. Sementara itu, arsip foto dari koleksi J. J. de Vink yang sebenarnya sangat diperlukan dalam proses penataan, belum bisa dipastikan dapat diperoleh dalam waktu dekat. Maka, hanya untuk tujuan agar lebih terjaga dan terawat, Tim Mapesa bersama masyarakat Gampong Meunasah Teungoh telah mengambil inisiatif untuk meletakkan dan menata pasangan-pasangan batu nisan di bagian gundukan yang dianggap merupakan tempat aslinya. Penataan kembali sesuai posisinya yang tepat baru dapat dilakukan setelah arsip-arsip gambar kompleks makam sebelum 2004 berhasil diperoleh. Data-data menyangkut kompleks makam ini telah dibuat oleh Ananda Masykur dkk.
Penemuan batu nisan faqih menjadi pertanda awal yang baik dan sangat menyemangatkan. Tim Mapesa segera bekerja untuk mengumpulkan batu-batu nisan yang sudah terpencar. Seluruhnya ada 8 pasang batu nisan atau 16 batu nisan. Dari empat batu nisan yang ditemukan in situ, hanya ada satu batu nisan yang relatif utuh (rusak sebagiannya) sementara lainnya telah patah dan hanya bagian pangkal batu nisan yang tersisa. Batu-batu nisan yang tidak in situ ditemukan di berbagai tempat dan mayoritasnya masih utuh. Syukur pula, semua batu nisan masih dapat ditemukan pasangannya masing-masing sehingga nantinya sedikit memudahkan proses penataan.
Menyangkut penataan, Tim telah berupaya menggali berbagai informasi terkait posisi setiap batu nisan dari masyarakat, namun dapat dimaklumi jika informasi yang diperoleh tidak memadai untuk memastikan posisi masing-masing batu nisan. Sementara itu, arsip foto dari koleksi J. J. de Vink yang sebenarnya sangat diperlukan dalam proses penataan, belum bisa dipastikan dapat diperoleh dalam waktu dekat. Maka, hanya untuk tujuan agar lebih terjaga dan terawat, Tim Mapesa bersama masyarakat Gampong Meunasah Teungoh telah mengambil inisiatif untuk meletakkan dan menata pasangan-pasangan batu nisan di bagian gundukan yang dianggap merupakan tempat aslinya. Penataan kembali sesuai posisinya yang tepat baru dapat dilakukan setelah arsip-arsip gambar kompleks makam sebelum 2004 berhasil diperoleh. Data-data menyangkut kompleks makam ini telah dibuat oleh Ananda Masykur dkk.
Nisan kaki Faqih Muthahir saat ditemukan |
Secara umum, batu-batu nisan makam ini berasal dari abad ke-10 Hijriah (ke-16 Masehi) dan permulaan abad ke-11 Hijriah (ke-17 Masehi). Bentuk dan ukuran rata-rata batu nisan memberikan kesan yang kentara mengenai status sosial orang-orang yang dikuburkan. Mereka tentu saja dari salah satu keluarga terhormat di Negeri Daya dalam masa itu.
Dua batu nisan di antaranya menduduki kepentingan tingkat teratas dari sisi sejarah. Keduanya merupakan batu nisan sebelah kaki (selatan) dari dua kubur. Inskripsi pada kedua batu nisan menginformasikan tentang dua tokoh yang pernah hidup di Negeri Daya di sekitar penghujung abad ke-10 atau permulaan abad ke-11. Hanya sayang sekali, tidak ada catatan apapun pada kedua batu nisan mengenai tahun wafat.
Salah satu tokoh tersebut ialah seorang wanita bergelar Raja
Indra Dewi Tun Sri Pangkat binti Syaikh Amar. Inskripsi pada batu nisan makam
wanita ini telah disiarkan sebelumnya dalam tulisan mengenai perjalanan Tim
Mapesa ke Negeri Daya pada 17 Jumadil Akhir 1439 (4 Maret 2018).
Sementara tokoh satunya lagi adalah seorang yang karenanya
dan untuknya tulisan ini dibuat, dan oleh karenanya pula semua kisah yang
diceritakan di atas bermula. Ia adalah seorang ulama, syaikh, penerang dan
faqih yang pernah hidup di Negeri Daya pada masa silam; salah seorang yang
keutamaannya telah diumpamakan oleh Rasulullah Shalla-Llahu 'alaihi wa Sallam
seperti keutamaan bulan malam purnama di atas seluruh bintang. Ia adalah
seorang yang dikenal dengan sebutan Faqih Muthahir - Rahimahu-Llah.
Kubur Faqih Muthahir telah ditandai dengan dua batu nisan.
Dalam bencana tsunami 2004, batu nisan sebelah kepala (utara) terlempar sejauh
kira-kira 10 meter ke sebelah timur gundukan. Sedangkan, batu nisan sebelah
kaki (selatan) hanya hanyut beberapa meter saja jauhnya dari gundukan, tapi
karena kemudian telah dibangun tembok pagar yang memisahkan batu nisan itu dari
kompleks makam, maka ia lantas terkucil dalam semak-semak dan tidak berhasil
ditemukan oleh Kalus & Guillot pada 2006.
Batu nisan sebelah kepala (utara) memuat inskripsi kalimah Tauhid dengan kaligrafi berkualitas tinggi. Sedangkan, pada batu nisan sebelah kaki (selatan), inskripsi yang juga dipahat dengan kaligrafi bermutu tinggi itu berbunyi:
Batu nisan sebelah kepala (utara) memuat inskripsi kalimah Tauhid dengan kaligrafi berkualitas tinggi. Sedangkan, pada batu nisan sebelah kaki (selatan), inskripsi yang juga dipahat dengan kaligrafi bermutu tinggi itu berbunyi:
ب. أ.
1. هذا القبر الذي
2. حل فيه الشيخ
3. الفخير والفهم
Syaikh merupakan gelar yang digunakan untuk menyebut sebagian
ulama besar.
"Al-fakhiir". ِ
Ibnu Manzhur dalam Al-Lisan:
الفخير : المغلوب بالفخر
"Al-fakhiir: yang kalah dengan kebanggaan."
Majduddin Al-Fairuzu-abadiy dalam Al-Qamus:
الفخير كأمير : المفاخر ، والمغلوب في
الفخر
"[Kata] al-fakhiir seperti [kata] amiir: orang yang
membanggakan diri; kalah dalam kebanggaan."
المغلوب بالفخر
المغلوب في الفخر
Pengarang Tajul 'Arus menyebutkan keduanya dengan tidak
menerangkan makna ataupun perbedaan. Tetapi saya memperhatikan kata
"al-fakhiir" dijelaskan sebelum kata "al-mafkharah" dan
"al-mafkhurah" baik oleh pengarang Al-Lisan maupun Al-Qamus.
"Al-mafkharah" atau "al-mafkhurah" berarti hal yang
dibanggakan. Sementara itu, kata "ghalaba" terkadang tidak mesti
diartikan dengan "mengalahkan". Ibnu Manzhur:
كما يقال : غلب على فلان الكرم أي هو
أكثر خصاله
"Sebagaimana ucapan [orang Arab]: polan telah
"dikalahkan" oleh sifat pemurah, maksudnya: sifat pemurah adalah
watak yang dominan pada dirinya."
Dengan mempertimbangkan hal-hal sebagaimana diterangkan, saya
mencoba memberikan arti kata "al-fakhir" yang disifatkan kepada
Syaikh pada batu nisan ini dengan: "yang memiliki sangat banyak hal yang
dapat dibanggakan". Semoga demikianlah kira-kira makna yang dimaksudkan!
"Al-fahim". Ibnu Manzhur:
ورجل فهِم : سريع الفهم
"seorang yang cepat paham." (cepat tangkap; tajam
pikiran; cerdas)
Kata ini lalu disambung dengan kata "al-mustanir"
yang terdapat pada sisi batu nisan berikutnya.
Dengan demikian, inskripsi pada sisi ini (B. A.) dapat
diterjemahkan sebagai berikut:
1. Inilah kubur yang
2. telah bertempat (bersemayam) di dalamnya Syaikh (ulama)
3. yang memiliki sangat banyak hal yang dapat dibanggakan,
dan seorang cerdas
ب. ب.
1. المستنير وهو
2. المعروف
3. بفقيه مطاهر
"Al-mustanir" adalah ism fa'il dari kata
"istanara". Ibnu Manzhur:
وقد نار نورا وأنار واستنار ونوّر
بمعنى واحد أي أضاء
Istanara dengan demikian bermakna menerangi; mencahayai.
Al-mustanir ialah orang yang menerangi dan mencahayai. Dan kata
"al-mustanir" di sini merupakan sifat bagi kata "al-fahim"
sebelumnya sehingga memberi makna: "Seorang cerdas yang menerangi."
Bagi saya, ini adalah ungkapan atau deskripsi terindah dan
paling mengesankan dari inskripsi yang terpahat pada batu nisan. Ungkapan ini
sesungguhnya mampu memberikan makna serta pelajaran yang sangat luas jika ingin
dijabarkan.
"Muthahir". Jika ungkapan yang sebelumnya kita
katakan sebagai ungkapan terindah, maka ini merupakan ungkapan terunik yang
kita jumpai pada inskripsi batu nisan serta memberikan informasi yang sangat
luar biasa berharga.
Batu nisan Faqih Muthahir serta belasan nisannya lainnya seusai ditata kembali oleh tim Mapesa bersama Masyarakat |
Dengan didukung bentuk hiasan kaligrafi pada kata ini yang
mengesankan dhammah mim dan fath tha', maka ia mesti dibaca
"muthahir" dan bukan lainnya. Namun hal yang mengherankan dan
membingungkan serta telah banyak menyita waktu saya ialah karena kata semisal
ini tidak dijumpai dalam "Ummahatul Ma'ajim" (mu'jam-mu'jam induk)
semisal Lisanul 'Arab, Al-Qamusul Muhith, Ash-Shihhah atau Mukhtar Ash-Shihhah
dan kamus-kamus lainnya yang dalam jangkauan tangan saya.
Dalam Al-Lisan dan lainnya hanya ditemukan:
وطهّر فلان ولده إذا قام سنة ختانه
"Dan polan 'menyucikan' putranya apabila ia melaksanakan
sunnah khitannya."
Sama sekali tidak ditemukan:
طاهر
atau
مطاهر
Sementara itu, lewat pencermatan yang teliti terhadap seluruh
bunyi bacaan yang mungkin diterapkan untuk kata ini - bahkan dengan
memperkirakan bahwa tha' boleh jadi adalah zha' al-mu'jamah oleh karena
pemberian titik (ta'jim) pada inskripsi batu nisan ini tidak menjadi patokan
dalam pembacaan sehingga dapat saja dibaca muthahir, mathahir, muzhahir, mazhahir
- tidak juga ditemukan kata yang memberikan makna paling tepat selain dari
"muthahhir"; "faqih muthahhir".
Hal yang membingungkan ini nyaris tanpa penyelesaian jika
tidak dengan bantuan Mu'jam Al-Lughah Al-'Arabiyyah Al-Mu'ashirah (Kamus Bahasa
Arab Kontemporer) yang disusun Ahmad Mukhtar Umar dan tim kerjanya (1429/2008).
Itu pun dengan saya harus percaya bahwa dalam kasus ini para penyusun Mu'jam
telah mengambil dari sumber kepustakaan lama yang tidak saya ketahui dan belum
sempat untuk ditelusuri.
Dalam Mu'jam Al-Lughah Al-'Arabiyyah Al-Mu'ashirah:
طاهر يطاهر مطاهرة فهو مطاهر والمفعول
مطاهر
طاهر المولود : ختنه ، قطع الجلدة
الزائدة في عضو التذكير
"Menyucikan bayi yang lahir: melakukan khitan; memotong
kulit lebih di bagian organ kelamin laki-laki."
Bahkan kemudian Mu'jam Al-Lughah Al-'Arabiyyah Al-Mu'ashirah
menerangkan:
طهّر المولود : طاهره ، ختته
Suatu hal yang mengesankan bahwa untuk "menyucikan"
dengan makna melaksanakan khitan, kata طاهر
lebih pantas untuk digunakan.
Faqih Muthahir, dengan demikian, adalah faqih yang
menyucikan, yakni melaksanakan khitan. Tokoh yang terkenal dengan julukan
tersebut sudah tentu bukan karena ia melaksanakan khitan pada anak-anak.
Julukan ini sudah tertentu diperoleh terkait proses pengislaman. Artinya,
dengan sekian banyak orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat di depan
Faqih, dan sang Faqih sendiri yang melaksanakan penyucian atau khitan terhadap
mereka, maka ia kemudian menjadi lebih dikenal dengan julukan Faqih Muthahir, yakni
seorang faqih yang menyucikan.
Kata Ibnu Manzhur:
"Muslimin menyebut khitan dengan "tathhir"
(penyucian) lantaran ketika orang-orang Nasrani tidak melakukan sunnah khitan,
mereka malah mencelupkan anak-anak mereka ke dalam air yang telah diberikan pewarna
kuning untuk menguningkan warna bayi. Mereka mengatakan, ini penyucian
anak-anak kami yang telah diperintahkan kepada kami. Maka, Allah Ta'ala
menurunkan:
صبغة الله ومن أحسن من الله صبغة
[Sibghah Allah (celupan Allah, yakni Agama Allah).” Siapa
yang lebih baik sibghah-nya daripada Allah?] (Al-Baqarah: 138)
Artinya, ikutilah Agama Allah, fitrah serta perintah-Nya;
jangan ikuti celupan orang-orang Nasrani. Maka khitan itulah penyucian, bukan
celupan yang dibuat-buat oleh orang-orang Nasrani."
Dari itu maka terjemahan inskripsi pada sisi ini (B. B.)
adalah sebagai berikut:
1. [Seorang cerdas] yang menerangi dan dia
2. terkenal
3. dengan Faqih Muthahir (Faqih yang menyucikan)
ب. ج.
1. تغمد الله بغفرانه
2. الباهر آمين
3. رب العالمين
"Al-Bahir". Ibnu Manzhur:
يقال قمر باهر إذا علا الكواكب ضوؤه
وغلب ضوؤه ضوأها
"Dikatakan 'qamarun bahir (bulan amat bercahaya)"
apabila cahayanya mengatasi dan mengalahkan cahaya bintang-bintang."
Ibnu Manzhur:
وفي الحديث : صلاة الضحى إذا بهرت
الشمس الأرض أي غلبها نورها وضوؤها
"Dalam hadits: Shalat Dhuha adalah apabila matahari
telah melingkupi bumi, yakni telah mengalahkan bumi dengan sinar dan
cahayanya."
Dengan demikian, inskripsi pada sisi ini (B. J.) akan
dimaknakan:
1. Semoga Allah meliputinya dengan keampunan-Nya
2. Yang amat bercahaya; Amin (perkenankanlah)
3. [Wahai] Tuhan semesta alam.
ب. د.
1. وذلك يوم الإثنين
2. العاشر من شهر
3. رمضان التام
Terjemahan inskripsi pada sisi ini (B. D.):
1. Dan itu (yakni wafat Almarhum) pada hari Senin
2. [hari] kesepuluh (ke-10) dari bulan
3. Ramdhan yang sempurna.
Sebagaimana dapat diperhatikan, hari, tanggal dan bulan wafat
Faqih Muthahir disebutkan dengan terang, yakni Senin tanggal 10 dalam bulan
Ramadhan yang mulia dan sempurna, tetapi sayang sekali tanpa penyebutan tahun.
Mengakhiri ulasan singkat dan masih bersifat sementara
(seukuran waktu yang tersedia) mengenai inskripsi pada batu nisan kubur
Al-marhum Faqih Muthahir, perlu pula diutarakan secara ringkas beberapa hasil
pengamatan berikut ini:
1. Inskripsi dengan kaligrafi berkualitas tinggi ini tidak
konsisten dalam pemberian titik (ta'jim) bagi huruf-huruf al-mu'jamah, dan
hampir tanpa baris (tasykil). Ini dengan terang mengindikasikan keterlibatan
mendalam masyarakat Negeri Daya dalam kebudayaan global pada masa itu, yakni
kebudayaan Arab-Islam. Sebab, Arab tidak menggunakan I'jam (pemberian titik dan
baris) dalam tradisi asli penulisan mereka.
2. Inskripsi ini juga memiliki ritme, yang dalam seni Bahasa
Arab disebut dengan Saja' (kesesuaian huruf akhir kata pada dua atau lebih
penggalan kalimat; seni ini dikupas dalam 'Ilmul Badi'). Saya akan menyusun
ulang kalimat-kalimat dalam inskripsi untuk memperjelaskan ritme ini:
هذا القبر الذي حل فيه الشيخ الفخير
والفهم المستنير
وهو المعروف بفقيه مطاهر
تغمده الله بغفرانه الباهر
آمين رب العالمين وذلك يوم الاثنين
العاشر
من شهر رمضان التام
Ini juga ikut mengindikasikan keterlibatan mendalam dan kedudukan yang tinggi dalam kebudayaan Arab-Islam - suatu kenyataan di masa lampau yang akan amat sukar dibayangkan dan dimengerti dalam kenyataan hari ini.
Ini juga ikut mengindikasikan keterlibatan mendalam dan kedudukan yang tinggi dalam kebudayaan Arab-Islam - suatu kenyataan di masa lampau yang akan amat sukar dibayangkan dan dimengerti dalam kenyataan hari ini.
Sisi inskripsi yang memuat epitaf pada batu nisan kaki Faqih Muthahir |
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala melimpahkan keampunan dan rahmat-Nya kepada mereka sekalian.
والله تعالى أعلم واستغفر الله لي ولكم
ولسائر المسلمين
وصلى الله وسلم على سيدنا وحبيبنا
المصطفى رسول الله و على آله وصحبه أجمعين
Selesai ditulis di Kuta Malaka, 1 Rajab 1439
Oleh: Musafir Zaman.
Dikutip dari group facebook Mapesa.
Tim Mapesa berpoto seusai penataan situs kompleks makam Faqih Muthahir |
Lokasi ditemukannya nisan kaki Faqih Muthahir |
Awal penemuan nisan kaki Faqih Muthahir |
Nisan Faqih Mutahir |
Nisan kaki Faqih Muthahir |
0 Komentar